Beradat dan Bermartabat

Desa Terindah dengan Masyarakat Beradat dan Bermartabat


            Desa Pariangan terletak di Luhak Tanah Datar (Luhak Nan Tuo), dinamakan dengan luhak nan tuo karena luhak ini diyakini sebagai luhak pertama yang terbentuk di Minangkabau dan disinilah terdapatnya nagari tertua di Minangkabau yaitu nagari Pariangan. Kondisi Sosiologis Masyarakat disini digambarkan dalam Tambo sebagai “Buminyo Lembang, Aia nyo Tawa, Ikannyo Banyak (Buminya Lembang, Airnya Tawar dan Ikannya Banyak).[1]

   Ini mengindikasikan bahwa masyarakat disini sangat menjunjung nilai-nilai kebersamaan dan memiliki budi pekerti yang bagus serta menyayangi antar sesama. Maka sangat pantas bahwa kiblat adat di Minangkabau ini kepada Pariangan, sesuai dengan pepatah adat: “Baradaik ka Pariangan, Barajo ka Pagaruyuang”. Ungkapan ini mengindikasikan kalau masyarakat Pariangan bermartabat dan menjunjung tinggi nilai-nilai adat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.

Nilai adat tersebut juga berafiliasi dengan nilai-nilai agama dan saling ketergantungan antara satu dengan yang lain ; Si Muncak mati tarambau, ka Ladang mambao Ladiang, lukolah paho kaduonyo, Adat jo Syara’ di Minangkabau, ibarat Aua jo Tabiang, sanda manyanda kaduonyo.[2] Pepatah adat ini mengindikasikan bahwa Adat memiliki hubungan yang erat dengan nilai-nilai agama. Ini dapat kita lihat dari arsitek bangunan Rumah Gadang yang Paling atas yaitu Gonjoang. Bintang di Puncaknya melambangkan ketuhanan yang maha esa sedangkan Segi lima yang melingkarinya melambangkan Pancasila dasar negara Republik Indonesia.


Dalam rangka melestarikan adat, kebudayaan, agama dan pembangunan di Nagari Pariangan tidak bisa dilepaskan dari peran serta Tungku Tigo Sajarangan atau Tali Tigo Sapilin.[1] Tungku Tigo Sajarangan ini adalah Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai, sesuai dengan pepatah adat: “Panghulu lantai nagari, cadiak pandai pagaran kokoh, alim ulama suluah bendang, bundo kanduang hiasan kampuang”. Ketiga unsur ini menjadi panutan dalam kehidupan baik beradat, beragama dan bermasyarakat. 

Ketiga unsur ini memeliki hubungan emosional yang bagus, saling mensupport antara yang satu dengan yang lain, meskipun niniak mamak (penghulu) memiliki kedudukan tertinggi secara adat di Pariangan, namun tetap mau bergaul dan dekat dengan pemuda sehingga pemuda bisa menempatkan dirinya sebagai kemenakan yang patuh pada pemimpinnya. Tokoh Alim Ulama dan Cadiak Pandai juga sangat membuka diri dengan pemuda Pariangan dengan ikut dalam berbagai aktivitas pemuda seperti olahraga dan Kesenian sehingga tidak adalagi gap antara yang satu dengan yang lain.

Foto bersama salah satu penghulu di Pariangan. A. Dt. Rajo Panghulu yang menjadi bukti dekatnya Penghulu dengan Anak Muda



Selain beradat, masyarakat Pariangan juga bermartabat. Ini terbukti dengan  aktifnya kegiatan keagamaan yang berpusat di Masjid Ishlah Pariangan, masjid yang memiliki arsitek yang tinggi dan pesona yang indah dengan miniatur yang sempurna dan ornamen bangunan yang unik. Masjid dijadikan sebagai pusat pembentukan akhlak dan moral masyarakat, orang yang sudah terbentuk akhlaknya disini akan sangat gampang bergaul dengan masyarakat. 

Jika ada mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau Praktek Lapangan (PL) di desa ini maka harus dekat dulu ke mesjid, dengan dekat ke mesjid mereka akan dikenal, jika tidak masyarakat akan sangat susah mengenali mereka. Pembentukan Akhlak anak muda disini dilakukan dengan acara Wirid Remaja Pada Malam Minggu ataupun Didikan Subuh pada Minggu pagi. Untuk kemegahan arsitek Masjid dan semaraknya Masjid ini akan penulis paparkan pada kesempatan lain.

Dalam Pemerintahan Nagari, Pariangan dipimpin oleh seorang wali nagari muda berdedikasi tinggi terhadap kampung halaman dan dekat dengan masyarakat, maka tak heran jika pemuda disini akrab dengan bapak wali tersebut. Kami memanggil dengan sebutan “uda” atau “pak” dalam kondisi formal, ya disesuaikanlah dengan tempat dan kondisi. Bapak Mulkhairi, M.Si seorang wali nagari muda yang bersih dan sangat dekat dengan masyarakat apalagi dengan admin dan rekan-rekan yang lain. Pemuda disini sangat sering berkumpul dengan bapak wali nagari, baik ketika membicarakan prosfek nagari kedepan ataupun sekedar “maota lamak atau mangopi jo mintak rokok agak sabatang”. Jadi tidak ada lagi pembatasan ruang gerak antara yang satu dengan yang lain.
 


Bagi akademisi yang melakukan studi banding ataupun studi naskah, maka datanglah ke desa ini, karena pusat peradaban Minangkabau terletak disini, di luhak nan tuo  dan di Pariangan tentunya. “Indak tatampuang jo tapak tangan jo nyiru kami tarimo juo” 


Sebagai anak nagari akan kami persembahkan yang terbaik buat desa ini.
Welcome to Pariangan Village
#anaknagaripariangan


Tabligh akbar untuk pembentukan moral


[1] Tungku Tigo Sajarangan merupakan bahasa kiasan di Minangkabau, tungku merupakan tempat memasak secara tradisional yang terdiri dari tiga batu yang disusun berbentuk segi tiga sama sisi dan diatas tungku tersebut diletakkan periuk tempat memasak nasi. Dengan tungku tersebut seseorang bisa memasak, tungku yang tiga ini merupakan sesuatu yang sangat penting untuk memasak, dengan adanya Tungku Tigo Sajarangan ini maka semua permasalahan akan dapat diselsaikan dengan baik. Zulfahmi, Lintasan Budaya dan Adat Minangkabau, 53.



[1] Zulfahmi, Lintasan Budaya dan Adat Minangkabau (Jakarta: PT Kartika Insan Lestari, 2003), 21.
[2] Idrus Hakimi Dt Rajo Penghulu, Rangkaian Mustika Adat Basasandi Syara’ di Minangkabau (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2004), 137.

Komentar

Postingan Populer